Kamis, 25 September 2014

Beranjak Remaja dan Mulai Merasa Berbeda


Pada postingan sebelumnya, saya sudah bercerita bahwa semasa kanak-kanak saya belum terlalu paham dengan kondisi fisik saya. Saya belum tahu bahwa saya penyandang celah langit-langit. Dan saat itu saya juga tidak “terlalu yakin” bahwa saya memiliki kekurangan, sebab saya sendiri merasa normal dan baik-baik saja. Saya hanya bingung kenapa banyak yang kesulitan berkomunikasi dengan saya.


Seingat saya, saat TK dan SD  saya tidak begitu mempersoalkan kondisi fisik saya ini. Barangkali karena pada usia itu belum mengerti arti “berbeda”. Seperti yang saya tulis, saya memiliki masa kecil yang menyenangkan. Teman sekolah yang baik, lucu, sering membuat tertawa. Saya juga berhasil meraih prestasi akademik maupun non akademik. Hidup terasa normal bagi saya. Seperti anak-anak pada umumnya. Hanya sesekali saja saya merasa resah, bingung, sedih, terutama setelah menghadapi peristiwa kurang mengenakkan yang berhubungan dengan kesulitan komunikasi maupun bullying yang saya alami (lain waktu saya ceritakan).


Meski saya yakin jika suara saya normal, tapi karna lingkungan sekitar membuat saya bingung, maka sering saya minder dan takut bicara dengan orang baru maupun bicara di depan orang banyak, di kelas misalnya. Saat SD saya tidak berani menjawab pertanyaan guru. Saya memang terbiasa ngobrol dengan teman-teman lain, tapi tidak untuk menjawab pertanyaan guru atau untuk bicara sendiri di depan kelas.


Saya mulai serius memikirkan kondisi fisik saat SMP. Mungkin karena peristiwa yang menunjukkan bahwa saya berbeda semakin sering terjadi. Orang-orang baru di sekitar saya juga cenderung lebih frontal mempertanyakan kondisi saya. Hal ini membuat saya mau tidak mau semakin memikirkan kekurangan yang saya miliki.


Saya memang memiliki masa remaja yang cukup menyenangkan, tetapi perasaan minder lebih tinggi dibanding ketika masih kanak-kanak dulu. Saya juga masih belum berani bicara di depan kelas seperti saat SD. Meski begitu, prestasi akademik saya masih stabil. Tiga tahun di SMP saya selalu rangking dua. Saat SD juga begitu, konsisten di rangking dua, hanya dua kali saya mendapat rangking tiga.


Selain itu seperti remaja pada umumnya saya juga mulai mengalami masa puber sehingga mulai memikirkan kondisi fisik dengan lebih serius. Saya mulai merasa ada yang tidak beres dengan diri saya. Semakin hari saya yakin bahwa saya memang berbeda.


Pada saat itu saya belum tau istilah cleft palate/celah langit, sedangkan celah bibir memang sudah saya kenal. Saya mengenal beberapa orang yang mengalami celah bibir di lingkungan tempat saya tinggal. Tetapi karena pada kasus saya, saya memiliki lubang di langit-langit bukan pada bibir, maka saya juga ragu, apakah saya ini termasuk penderita celah bibir atau bukan.


Saya baru tau istilah cleft palate/palatoschisis saat operasi penutupan celah langit (palatoplasty) pada bulan Agustus 2005 (saya tidak sabar berbagi cerita tentang hari bersejarah ini, secepatnya saya tulis)

Agustus 2005 itu jadi momen yang sangat menakjubkan. Bagaimana saya selama belasan tahun merasa bingung sendirian dan bertanya-tanya dengan kondisi saya kemudian pada suatu hari akhirnya semua terjawab sudah. Terbukalah semua misteri dan tanda tanya di kepala, kenapa langit langit mulut saya terbelah, kenapa suara saya tidak terlalu jelas.... Ohhhh jadi aku ini penyandang cleft palate ya...

Tetapi sampai hari ini, saya juga belum tau apakah saya hanya menderita palato atau dengan labio juga, (mengingat saya punya bekas jahitan di atas bibir dan bibir atas yang sedikit terbelah di bagian tengah), saya belum tanya orangtua, nanti yah, sebentar lagi.

Sejak tau saya menyandang cleft palate saya lebih rajin mencari literatur mengenai celah langit dan celah bibir. Apalagi sekarang akses informasi jauh lebih mudah dibandingkan beberapa tahun sebelumnya.

Berikut ini salah satu referensi yang saya dapat:
Cleft palate atau palatoschisis merupakan kelainan kongenital pada wajah dimana atap/langitan dari mulut yaitu palatum tidak berkembang secara normal selama masa kehamilan, mengakibatkan terbukanya (cleft) palatum yang tidak menyatu sampai ke daerah cavitas nasalis, sehingga terdapat hubungan antara rongga hidung dan mulut. Oleh karena itu, pada palatoschisis, anak biasanya pada waktu minum sering tersedak dan suaranya sengau. Cleft palate dapat terjadi pada bagian apa saja dari palatum, termasuk bagian depan dari langitan mulut yaitu hard palate atau bagian belakang dari langitan mulut yang lunak yaitu soft palate.

Cleft palate mempunyai banyak sekali implikasi fungsional dan estetika bagi pasien dalam interaksi social mereka terutama kemampuan mereka untuk berkomunikasi secara efektif dan penampilan wajah mereka. Koreksi sebaiknya sebelum anak mulai bicara untuk mencegah terganggunya perkembangan bicara. Penyuluhan bagi ibu si anak sangat penting, terutama tentang cara memberikan minum agar gizi anak memadai saat anak akan menjalani bedah rekonstruksi. Kelainan bawaan ini sebaiknya ditangani oleh tim ahli yang antara lain terdiri atas ahli bedah, dokter spesialis anak, ahli ortodonsi yang akan mengikuti perkembangan rahang dengan giginya, dan ahli logopedi yang mengawasi dan membimbing kemampuan bicara

Pasien dengan palatoschisis mengalami gangguan perkembangan wajah, inkompetensi velopharyngeal, perkembangan bicara yang abnormal, dan gangguan fungsi tuba eustachi. Kesemuanya memberikan gejala patologis mencakup kesulitan dalam intake makanan dan nutrisi, infeksi telinga tengah yang rekuren, ketulian, perkembangan bicara yang abnormal, dan gangguan pada pertumbuhan wajah. Adanya hubungan antara rongga mulut dan hidung menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk mengisap pada bayi (sumber: http://fathirphoto.wordpress.com/2011/11/0)

 Jadi, begitulah...

Uhm saya mau ngetik revisian proposal dulu yah, dikejar waktu..lain waktu saya sambung lagi. Terimakasih sudah berkunjung. Salam.


Minggu, 21 September 2014

Aku, Tumbuh Besar Tanpa Mengerti Kondisiku Sendiri

Aku terlahir dengan palatoschisis/cleft palate, yakni celah di langit-langit mulut. Sejak bayi dan sampai usia 15 tahun aku hidup dengan langit mulut terbelah. Kau bisa bayangkan sendiri, atau tidak terbayang? Tidak apa, itu memang sedikit sulit, terutama jika kau tidak pernah bertemu penyandang palatoschisis. Tapi mungkin gambar berikut bisa sedikit memberi gambaran.

gambar diambil dari: www.cdc.gov

Semasa kanak-kanak, aku mengira semua orang juga memiliki kondisi langit-langit yang sama sepertiku, maka aku tidak tau bahwa langit mulut terbelah itu adalah kekurangan fisik. Aku juga tidak merasa ngeri sama sekali melihat lubang menganga di dalam rongga mulut. Terlebih, bukan satu hal mengherankan jika itu telah ada bersamamu sejak engkau kecil bukan? 
Aku hanya bingung ketika orang-orang sering bertanya, kenapa langit mulutku terbelah seperti itu. Kenapa ada bekas jahitan di atas bibirku tepat di bawah hidung, melingkar dari lubang yang satu ke lubang hidung yang lain. Aku jawab tidak tau, karna memang tidak tau kenapa begitu...

Aku baru sadar ketika memperhatikan orang-orang membuka mulut dan langit mulut mereka tidak memiliki lubang. Sebelum itu, aku tidak tau bahwa aku berbeda.
Sejak kecil, seingatku, aku tidak pernah diberi tahu oleh orangtuaku kalau aku adalah penyandang cleft palate. Aku juga tidak mengerti bekas jahitan apa di atas bibirku itu, yang aku tahu itu bekas operasi di usia 9 bulan, itupun tidak diberi tahu secara pasti operasi apa. Aku tidak berani bertanya. Atau mungkin pernah, tapi aku tidak ingat. Oh iya, saat kecil aku juga sempat percaya bahwa operasiku itu terjadi karena saat bayi pernah jatuh sehingga terluka di bagian bibir dan harus dioperasi sehingga meninggalkan bekas jahitan. Itu karena beberapa teman yang berspekulasi sendiri tentang kondisiku dan mereka mencetuskan cerita itu, sehingga aku ikut percaya. Hehe..

Aku tidak tau apa alasan dibalik ketertutupan informasi ini. Mungkin keluargaku takut aku bertanya lebih jauh dan lalu menjadi minder. Atau barangkali menganggap ini sebagai aib sehingga sebaiknya tidak usah dibicarakan. Atau mungkin mereka merasa tidak perlu membahas hal itu dan fokus saja pada hal positif lainnya. Entahlah.. Tapi aku yakin apapun yang dilakukan keluargaku, aku tau mereka melakukannya karena sayang.

Pada saat itu juga belum ada internet, aku belum bisa mencari tau sendiri informasi tentang kondisiku. Bisa dikatakan aku tumbuh dalam ketidaktahuan dan kebingungan.

Selain tidak paham kenapa langit-langit mulutku terbelah,  aku juga TIDAK TAHU bahwa suaraku tidak jelas.

Jadi begini, setiap kali aku bicara, kalimat yang keluar selalu terdengar jelas oleh telingaku sendiri. Maka aku pikir tidak ada yang aneh denganku, tapi kenapa orang-orang sering mengatakan suaraku tidak jelas?

Aku tidak tau ini terjadi pada semua penyandang celah bibir/langit lainnya atau tidak, tapi memang suara yang keluar dari mulutku terdengar jelas oleh telingaku. Aku kebingungan sendiri. Aku merasa normal tapi kenapa banyak orang yang memandangku aneh? Kenapa banyak orang kesulitan berkomunikasi denganku? Padahal aku sudah bicara sejelas mungkin. Hei, ada apa dengan kalian? Kalian yang salah, atau aku? Ada apa dengan aku? Padahal aku kan baik-baik saja?

Pertanyaan seperti itu sering berkecamuk ­­di kepalaku sejak masih kanak-kanak. Aku bingung tapi tidak tau harus bertanya pada siapa.

Ada satu peristiwa di masa kecil yang masih kuingat sampai saat ini, tapi aku lupa itu usia berapa. Yang aku ingat, aku sedang main dengan dua teman baru, laki-laki. Bermain semacam permainan menyebut nama benda atau hewan. Lalu saat itu aku bilang “kuda” dan temanku itu bilang: “apa? una? “ aku bilang lagi:”kuda”.. dia terus bilang tidak mengerti. “Ga ada hewan namanya una”. Aku frustasi sekaligus bingung, aku tidak bilang una, aku bilang kuda ko, kenapa dia justru mendengar una?

Ini membingungkan.

Tapi aku diam saja. Yang jelas sejak saat itu (sampai sekarang) aku tidak mau menyebut kuda. Aku trauma, hehe. Jangan salahkan aku.

Lalu pernah aku pergi ke warung, dan ada seorang anak, dia bilang begini” ko dia mah kalo ngomong ga ngerti yah?” Aku bingung sekali, apa iya?

Banyak sekali kejadian di masa kecil yang membuat aku bingung. Kapan-kapan aku ceritakan lagi. Tapi seingatku, saat masih SD aku tidak begitu mempermasalahkan hal ini. Aku juga tidak begitu terpuruk. Memang kadang-kadang aku minder (dan oleh sebab itu sejak SD aku tidak mau bicara di depan banyak orang), tapi seingatku aku tetap ceria. Aku punya banyak teman. Masa kecilku sangat menyenangkan. Sepertinya saat itu aku memang tidak terlalu paham bahwa aku “berbeda”. Toh sepanjang aku punya banyak teman aku rasa ini bukan satu hal penting. Hanya kadang aku suka ketakutan kalau harus mengucapkan beberapa suku kata meskipun dalam hati aku yakin jelas, sebab seperti yang kubilang, orang-orang sering tidak mengerti.

Jadi ini situasi yang aneh. Aku merasa normal tapi sekelilingku mengatakan tidak.

Ingin rasanya suatu hari bertukar kisah dengan penyandang cleft palate yang lain, tentang masa kecil mereka, apakah mereka juga tumbuh besar dengan ketidaktahuan dan kebingungan sepertiku...

Sabtu, 06 September 2014

Selamat Datang...



Selamat datang di blog saya dengan cara apapun kamu tiba di sini, terimakasih sudah hadir dan membaca kata demi kata, secara runut maupun kamu lompati biar selesai cepat. 

Saat mengetik tulisan ini saya baru saja memutar “Surrender” dari FLOAT.

Blog saya ini kemungkinan besar akan bersifat lebih personal, karena akan khusus menceritakan keseharian serta kisah hidup saya sebagai penyandang celah bibir dan langit kategori cleft palate. 

Cleft palate (palatoschisis) adalah suatu kelainan bawaan di mana terjadi kondisi terbelah pada langit-langit mulut. Masyarakat kita mengenalnya dengan sumbing langit-langit, sekarang mulai diperkenalkan istilah celah langit-langit. Selain celah langit juga terdapat sumbing/celah bibir atau cleft lip maupun celah pada keduanya. Kekurangan ini menyebabkan sejumlah permasalahan, tetapi pada kasus saya yang  paling kentara adalah gangguan pada organ wicara di mana suara saya kadang-kadang menjadi kurang jelas. Kamu pasti tidak asing dengan orang-orang seperti saya ini bukan?

Awalnya saya ragu menuliskan hal yang menyangkut kekurangan fisik saya ini. Ok, meskipun saya bilang “i'm a person with disability and i'm proud of it”, tapi tetap saja tidak semudah itu untuk bilang hal-hal pribadi tentang kekuranganmu di media umum semacam ini. Terlebih pada dasarnya saya adalah tipe orang yang tertutup. Dan saya juga mempertimbangkan banyak hal, seperti “apa reaksi orang-orang terdekat saya jika saya bercerita hal yang well, sesuatu yang sensitif dan justru jarang saya bahas dengan mereka?” Mungkin orang-orang terdekat saya tidak akan suka dengan hal ini. Tapi saya pikir, jika ada hal baik dalam kisah hidup saya, kenapa harus saya simpan sendirian? Sudah terlalu lama dan terlalu banyak saya menyimpan semuanya sendiri: suka, duka, hingga makna hidup sekalipun. Alangkah meruginya saya yang kehilangan kesempatan berbagi hal baik. Maka, saya harap dengan menuliskannya di sini, saya melakukan satu hal yang benar. Pertama, saya memiliki tempat berbagi rasa. Kedua, jika banyak orang membaca tulisan saya, mungkin ada sedikit pelajaran yang bisa mereka dapat dari kisah hidup saya. Ketiga, jika ada orang yang juga memiliki keterbatasan seperti saya, setidaknya mereka tidak sendirian..setidaknya kita bisa saling berbagi kekuatan di sini. Karena terus terang, ketika saya bertemu saudara senasib, saya merasa mendapat energi baru untuk terus bangkit dan mensyukuri kondisi ini.

Lalu, lewat blog ini saya juga ingin menunjukkan bahwa penyandang cleft palate yang kadang dianggap ga keren itu “bisa keren juga”. Keren dalam artian, yah..kami hidup dengan normal juga ko, kami bisa suka musik bagus, kami suka film-film bagus, kami punya pencapaian penting, kami punya kisah hidup yang bermakna. Kurang lebih seperti itulah. Secara tidak langsung saya ingin merubah pola pikir orang-orang yang masih memandang orang seperti saya dengan sebelah mata. Semoga bisa.

Oke, cukup sekian perkenalan saya. Terimakasih sudah sudi berkunjung dan membaca tulisan perdana ini. Semoga lain waktu masih terus berkenan hadir dan sudi menjadi bagian dari perjalanan blog ini. Mari berteman :)

chi trova un amico, trova un tesoro* (Surrender-Float)

*Italian Proverb:one who finds a friend finds a treasure